Belum tibakah waktunya bagi orang-orang beriman untuk tunduk (khusyuk) hatinya mengingat Allah dan kebenaran yang telah turun (Qur’an). [QS. Al-Hadid: 16).
Belum tibakah saatnya bagimu untuk kenakan “pakaian hitam” sebagai pernyataan berkabungmu atas kematian dan kiamat dirimu. Hadapkanlah hatimu pada Sang Hidup dan jadilah engkau bagian dari hambaNya yang selalu kembali padaNya.
Tidakkah sebaiknya bagimu “mematikan” dirimu sebelum kematianmu yang sebenarnya. Tidakkah sebaiknya kau kiamatkan dirimu sebelum kiamatNya meruntuhkan sendimu dan memorak-porandakan bangunanmu.
Kenakanlah jubah “salah dan lupamu” serta zaluman jahula (amat zalim dan amat bodoh)-mu sebagai pakaian ketiadaan di hadapan Ada-Nya. Bukankah selain wajahNya, segalanya binasa (fana)? Datanglah sebagai si fakir, si bodoh dan lemah. Itulah kebenaran tentangmu jika hatimu melihat.
Jangan kau hadapkan wajahmu di hadapanNya dengan membawa apa yang menjadi milikNya. Kau terlahir tanpa apa-apa, maka kembalilah tanpa perbekalan apapun. Penuhilah panggilan kedekatan padaNya dengan sepenuhnya telanjang (rasa malu).
Untuk berapa lama lagikah kau pungkiri kezalimanmu atas dirimu sendiri. Tubuh dan batinmu berlumur dosa dan kotoran, bagaimana kau tak menyadarinya? Hentikan makarmu kepadaNya duhai jiwa yang celaka. Jangan kau selendangkan kemuliaanNya ke pundakmu terang-terangan di hadapanNya.
“Bacalah kitab (perjalanan)mu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu”. Tanggalkan jubah kesucianNya itu darimu, wahai perampok yang malang!
Berterus teranglah pada dirimu sendiri, kembalikan klaimmu atas segala kesucian di hadapan yang Maha Suci (yang memiliki Keagungan dan Kemulian). Kau sungguh teramat bodoh, tak cukupkah ketidaktahuanmu atas kebodohanmu itu bukti kedunguanmu?
Kembalikan klaimmu atas amal dan pengetahuanmu kepada Zat Yang Maha Tahu—yang terang dan tersembunyi. Di mana rasa butuhmu, wahai pencuri di kerajaanNya yang tertipu. Kau telah datang padaNya berbekal ilmu dan amal, kau tak rukuk (tunduk) dan sujud (berserah) padaNya melainkan pada sebab-sebab.
Terimalah kebenaran tentangmu ini wahai diri. Kau tiada lebih si zalim dan bodoh, tidakkah hatimu mengabarkan hal ini padamu? Atau kau memang benar-benar merasa kau bukanlah si zalim yang bodoh? bukankah Sayyidina Ali RA., berkata:
“Sesungguhnya ampunanmu diperuntukkan bagi mereka yang zalim, dan kami adalah bagian dari orang-orang yang zalim”.
Cengkram wasiatku ini dalam kesadaranmu. Ambil dan tempuhlah jalan mereka yang “berkabung” di dunia ini. Sabda Baginda Nabi menjadi peringatan bagimu: “Andai kalian tahu apa yang aku ketahui, maka kalian akan lebih banyak menangis daripada tertawa.
Maka bila kau tak mampu menangis dengan apa yang beliau ketahui dalam makrifat padaNya. Cukuplah kau menangisi karena tak mengetahui apa yang beliau ketahui. Mulailah jalan berkabungmu, raihlah derajat “hamba-hambaNya yang menangis” dan raihlah maqam waqfah (diam).[]
@mohammadhamdani