Muridku, apa yang telah sedikit banyak kupaparkan kepadamu tentang empat pilar makrifat yakni; diam (wening), uzlah (nyepi), puasa (mengurangi makan) dan terjaga (melek) adalah pondasi saja. Itu tampak mudah sebagai sebuah teori, kau bisa mempelajarinya kurang dari 5-10 menit saja. Namun akan tidak semudah itu bilamana kau jadikan sebagai laku dan riyadlah.
Tidaklah baik bagi seorang murid untuk tenggelam dalam perbincangan bab-bab ketuhanan yang tinggi-tinggi, sebelum ia memiliki amaliah yang kokoh dan gemblengan yang cukup. Apa yang akan menjadi ilmu bagimu bukanlah apa yang aku tulis, melainkan apa yang kau lakukan (amalkan) dari apa yang kau serap baik melalui perantaraku atau lainnya.
Untuk apa kita berbicara bab ketuhanan yang tinggi-tinggi sebelum tekad dan niatmu teruji ketangguhannya. Sebelum kesungguhanmu mendekat kepadaNya mengalami jatuh bangun dalam berupaya. Makrifat itu dariNya, Dialah yang berhak memberikannya padamu dan tiada selainNya.
Sejatinya, jembatan ilmuNya itu adalah hatimu sendiri. Kitab perjalananmu yang merekam segala pengetahuan yang dijatahNya kepadamu. Kau tidak perlu terusik dengan keilmuan orang lain yang tampak membahana, atau dengan kalam sufi yang kau sendiri belum berada di kedudukannya.
Bersabarlah, diam dan puasakan lisanmu agar kau mengerti pada ucapan semacam apa ia merasa lapar dan terdesak untuk berbicara. Bila kau menyadari apa-apa saja yang telah menjadi tabiat lisanmu, kau akan mengerti apa yang terkandung dalam pikiranmu.
Bila kau telah menyadari betapa liar dan labilnya pemikiran itu kau akan memahami apa-apa yang selama ini menutupi pengetahuan batiniahmu yang menghalangi cahayaNya masuk serta memancar darimu. Untuk apa segala bentuk manisnya ucapan, bila ia tidak bisa menjadi sarana pembersihan jiwamu.
Yang demikian itu sejatinya bukanlah ilmu melainkan ampas-ampas saja dari pikiran, hafalan-hafalan yang tidak membekas pada kesadaran dan penghayatan jiwa. Telitilah dalam hal ini, sebab pengetahuan dan ketersingkapan cahaya hati adalah yang sangat-sangatlah halus sifatnya. Sekali kau meraihnya, akan lebih sulit lagi dalam memeliharanya agar ia tidak terkotori riak-riak dunia permukaan.
Untuk itu, perhatikanlah beberapa hal ini dalam laku “diam”-mu agar kau dapat lebih mengarahkan dirimu dalam perkara-perkara yang dapat membangun kepribadian serta kejernihan jiwamu–semata dalam meraih keridhoan dan cintaNya.
Pertama, tafakur (perenungan). Pergunakanlah masa diammu untuk banyak-banyak melakukan tafakur ataupun perenungan. Kau tidak perlu memikirkan perkara pengetahuan yang tinggi-tinggi terlebih dahulu, melainkan cukup renungkanlah kecondongan dan kondisi hatimu.
Keharusan bagimu untuk mencari tahu penyakit apakah yang didera oleh hatimu sehingga menghalangi keridhoanNya. Penyakit yang tidak mungkin diketahui orang lain kecuali oleh dirimu sendiri–meskipun secara lahiriah kau tampak taat dalam beribadah.
Temukanlah penyakit ini; adakah kau merasa lebih baik dan memandang hina pada sesama? Adakah kesombongan dan rasa haus ingin dipuji (riya’)? Adakah ia berisi protes dan keluhan-keluhanmu atas ketetapanNya? Adakah rasa iri, dengki dan jumawa? Ingin kedudukan, kehormatan dan kekuasaan pada sesamamu?
Demikian itu penyakit-penyakit hati yang membuat jiwamu kekanak-kanakan. Teruslah jelajahi hatimu memasuki alam perenungan; dari mana dan akan ke mana kau selama ini? Apakah benar-benar perbekalan ataukah beban yang kau siapkan untukmu melangkah?
Kedua, Zikir dan Shalawat. Pergunakanlah masa-masa berdiammu untuk mengganti perbincangan sia-sia dengan zikir dan shalawat. Milikilah wirid-wirid rutin dan bacalah dengan berusaha beristiqamah dengannya. Tidak perlu saya paparkan lebih jauh tentang keutamaan daripada zikir dan shalawat, kalian bisa mendapatkannya dari banyak sumber.
Lebih baik bagimu bila rangkaian wirid itu adalah yang diijazahkan dari seorang guru yang juga mengerti dan bisa menangani masalah (gangguan) kegaiban. Sebab zikir adalah perkara “akbar” yang sangat mungkin menarik entitas gaib mendekatimu.
Ketiga, Berdoa. Pergunakanlah masa-masa diammu, untuk berdoa kepada Allah SWT. Doa adalah pintu makrifat kepadaNya, dengannya kedaifanmu kau sadari dan menunjukkan ketergantunganmu hanya kepadaNya. Mintalah kepadaNya hal-hal yang dapat mengantarkanmu mendekat kepadaNya, membuka dan membersihkan hatimu di jalan dan keridhoanNya. Mintalah pertolongan kepadaNya… Dialah tempat bersandar.
Wallahu A’lam.