Dzikir yang Meditatif (1)

Picture of Muhammad Hamdani

Muhammad Hamdani

Suluh Cahaya

Dalam zikrullah itu telah termuat di dalamnya suatu hal yang sifat dan tujuannya meditatif. Tujuan dasar dari meditasi adalah untuk melepaskan keterikatan duniawi dan menghubungkan kesadaran kita dengan realitas yang tertinggi; Allah Azza wa Jalla. Demikian pula dengan zikrullah, kita kembali berserah diri pada ke-Esa-anNya: La Ilaha Illa Allah, tiada ilah (sesembahan) selain Allah, la maujuda illa Allah (tiada keberadaan segala sesuatu kecuali penampakan kekuasaan dan kerajaanNya).

Kalimat-kalimat zikir (yang ma’tsur) adalah suatu pola dan metode agar upaya kontemplatif (perenungan) dan meditasi itu tak hanya mendalam, namun juga terarah. Meskipun zikir memiliki pula fungsi mengaktifkan hormon penenang (endorfin), namun penanaman kesadaran ilahiah melalui zikir melampui hal itu… tidak untuk menciptakan rasa tenang yang semu, melainkan bertujuan membentuk suatu kekuatan komitmen dari dalam diri akan keberserahan diri yang total dalam kesemestaanNya.

Ketika kesadaran keesaanNya itu telah terhunjam dalam sanubari, maka kemudian bagaimana itu dapat menghasilkan kejernihan pikir (akal universal) dan kejernihan hati (ruh al-qudsiyah)—atau dalam bahasa jawa biasa disebut Wening (jernihnya pikiran dan hati). Maka kalimat zikir “istigfar” (pernyataan kezaliman diri) jalannya.

Hal itu agar kita dapat menemukan apa-apa yang keruh, apa-apa yang melekat dalam diri kita—selain keesaan Allah—sehingga kita menyadari, mengakuinya, untuk kemudian meninggalkan kemelekatan kita. Sebab kemelekatan duniawiyah yang menjangkiti pikiran dan menyerang angan-angan ini, akan menjadi distraksi, benturan2 kesadaran yang membuat manusia oleng dan tidak jernih lagi dalam berpikir, dan mengaburkan mata pandang hati (bashirah) agar dapat menjadi penasehat bagi akal.

Maka alam jelajah tafakur seorang hamba akan sangat berpengaruh terhadap kualitas zikir seseorang, bilamana makna-makna itu benar-benar ia manfaatkan untuk memperoleh pencerahan—cahaya taufiq (petunjuk) dariNya. Ketika kesadaran dari zikir asma’ itu telah membulat dalam kesadaran dan sanubarinya, itulah yang menghasilkan cahaya-cahaya petunjukNya… sehingga seseorag beralih dan selaras dengan zikr af’al-nya (yakni zikir yang berupa tindakan nyata), mewujudkan penghambaan dan pengesaan kepadaNya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *